Keagungan Tuhan

Maaf ?

Percayakah kita pada Tuhan ?

Mungkin sebuah pertanyaan yang konyol dan kadang bisa membuat seseorang murka, namun saya sering bertanya hal ini dalam hati, terutama di saat cobaan datang dan saat saya di persimpangan jalan.

Saya merenung dan tertegun setelah membaca artikel dari Bp. Dadang Kadarusman, dan saya akan share dengan sahabat Rasdipa sekalian, sbb:


Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.
 
Disadari atau tidak, kita sering mengharapkan keajaiban. Misalnya, kita tidak henti-hentinya berhayal untuk mendapatkan uang milyaran. Namun, sesungguhnya kita tidak melakukan upaya yang memungkinkan mengalirnya uang sebanyak itu ke rekening kita. Bagaimana caranya? Belum tahu. Pokoknya, berharap saja dulu. Anehnya usaha yang kita lakukan nyaris tidak ada bedanya dengan apa yang kita kerjakan sejak pertama kali impian itu muncul puluhan tahun yang lalu. Apakah kita boleh melepaskan impian itu sekarang? Tidak. Siapa tahu ada keajaiban.
 
Siang itu sesudah sembahyang Jumat, saya bersepeda untuk memfoto copy hand out training yang akan diselenggarakan keesokan harinya di sebuah perusahaan. Selain sehat, bersepeda itu memberi kita kesempatan untuk melihat-lihat. Ke kiri. Ke kanan. Saat melintasi pos pangkalan para pengendara ojek, mata saya menangkap pemandangan yang menarik perhatian. Disamping pos itu ada rumpun pisang yang dipagari oleh tiang-tiang bambu. Rasa ingin tahu kekanak-kanakan saya memaksa untuk berhenti. Sebagai imbalannya saya menemukan sebuah fenomena langka, yang boleh jadi hanya terjadi beberapa kali saja sepanjang umur dunia.
 
Apa yang saya lihat disana? Sebatang pohon pisang. Anda yang telah membaca tulisan dan buku-buku saya mungkin mulai bosan. Pisang lagi, pisang lagi. Tapi maaf, untuk fenomena yang satu ini, saya tidak yakin pernah ada literatur yang menjelaskannya. Bahkan dalam naskah yang ditulis oleh Professor ahli botani sekalipun. Pohon pisang itu sudah ditebang. Tunggul sisa-sisa tebangannya sudah berubah menjadi kecokelatan, membusuk, dan rapuh. Biasanya, keteguhan hati pohon pisang ditunjukkan dengan tumbuhnya kembali daun-daun pada batang yang sudah ditebang itu. Namun kali ini, bukan pohon pisang baru yang tumbuh. Melainkan setandan buah pisang!
 
Ya. Setandan buah pisang muncul dari pohon pisang yang sudah ditebang. Jika saya mendengar cerita ini dari orang lain, mungkin sulit untuk mempercayainya. Namun, karena saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, maka tidak ada sedikitpun keraguan yang menyelimuti hati saya. Semula saya mengira hanya tempelan patung pisang terbuat dari kayu yang banyak dijual untuk hiasan. Namun, seorang warga meyakinkan saya bahwa buah pisang itu aseli, lengkap dengan getahnya sekalian.
 
Saya nyaris tergetar karenanya. Hari ini, setelah sembahyang Jumat saya ditunjukkan oleh Tuhan tentang kebenaran firman-Nya. Dalam kitab suci, Dia mengatakan ”Allahlah, yang mengeluarkan kehidupan dari kematian. Dan mengeluarkan kematian dari kehidupan.” Tegasnya, kematian dan kehidupan itu adalah hak prerogratif Tuhan. Untuk itu, sama sekali tidak ada keraguan. Kelirulah kita yang sering mengira bahwa yang mati itu, mati. Kematian justru merupakan jembatan untuk menyeberang ke benua kehidupan lain.
 
Kita memang tidak meragukan jika Tuhan itu Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan. Kita memang tidak menyangkal jika Tuhan itu Sang Pemilik Nyawa yang kita pinjam. Dan kita tidak membantah jika Tuhan itu bisa mengambil nyawa hamba-hambanya kapan saja. Namun, kita sering sekali melupakan misi hidup yang kita emban. Bahwa hidup itu memiliki tujuan. Sedangkan setiap kali Tuhan menghidupkan seorang insan, pastilah Dia akan meminta pertanggungjawaban. Banyak sekali bukti bahwa kita sering melalaikan ini. Salah satunya, keengganan kita untuk memperindah kepribadian dengan perilaku-perilaku baik sambil memilih untuk berkubang dalam keburukan. ”Hidup ini berat,” begitu kita berkilah. ”Curang-curang sedikit tidak apalah...” demikian kita berargumen.
 
Padahal, ada banyak bukti yang sudah dengan gamblang Tuhan perlihatkan. Penemuan mayat Fir’aun yang sampai saat ini masih utuh itu, misalnya. Menjadi isyarat dari Tuhan bahwa firman-firman-Nya mengandung kebenaran. Beberapa waktu lalu, terbetik berita tentang penemuan fosil manusia raksasa yang dalam kitab suci disebut sebagai kaum ’Ad. Mereka dikenal dengan postur tubuhnya yang sangat tinggi dan besar. Serta semua ketangguhan fisik yang Tuhan anugerahkan. Namun, Tuhan memusnahkan mereka karena kesombongannya dihadapan Sang Pencipta. Belum lama ini para ahli arkeologi melaporkan penemuan bahtera Nabi Nuh yang diberkahi Tuhan. Seakan-akan Tuhan memperlihatkan satu demi satu rahasia masa lalu umat manusia untuk menjadi pelajaran. Benar. Seperti diajarkan oleh guru mengaji saya bahwa Tuhan mengabadikan kaum-kaum terdahulu. Lalu memperlihatkan rahasia-rahasia itu. Agar manusia moderen bersedia menerima wahyu kebenaran.
 
Ketuhanan Yang Maha Esa. Begitulah bunyi sila pertama dari Dasar Negara Republik Indonesia. Cukuplah sila itu untuk menegaskan bahwa Tuhan, tidak ada penguasa utama selain Dia. Raja dari segala raja. Yang tidak ada tandingan, dan bandingan bagi-Nya. Sudah cukup banyak bukti keakuratan setiap catatan dalam kitab suci. Maka, mengapa kita masih meragukan kebenarannya? Padahal Tuhan sudah membuka satu demi satu tabir misterinya. Baik di langit, maupun di bumi. Ketika Rasulullah menyampaikan firmanTuhan, ”Maka apabila langit terbelah seperti mawar merah yang berkilau mengkilat bagaikan minyak,” banyak orang menyebutnya pembohong. Mungkin wajar jika manusia yang hidup ribuan tahun lalu menyangkal firman itu. Sebab akal dan pengetahuan belum mampu menjangkaunya kecuali dengan iman. Namun setelah teleskop Hubble milik NASA membuktikan ternyata memang di langit terdapat Oily Red Rose Nebule alias Nebula mawar merah yang mengkilap, bagaimana mungkin kita masih menyangkal kebenaran firman-Nya ya?
 
Oh, mungkin langit itu terlampau jauh untuk ditempuh oleh mata. Itulah sebabnya, saya memiliki hati yang sangat bebal seperti ini. Maka dari itu, hari ini Tuhan memperlihatkan bukti yang mudah saya lihat sendiri. ”Akulah yang mengeluarkan kehidupan dari kematian,” kata-Nya. Dan benar. Dari batang pohon yang membusuk itu, bukan daun yang tumbuh. Melainkan setandan buah pisang yang sempurna. Padahal, selama ini saya nyaris selalu meyakini bahwa daun itu seperti dapur atau pabrik makanan bagi tanaman. Tanpa daun, tidak ada proses fotosintesis. Tanpa fotosintesis tidak ada zat gula dan fruktosa. Tanpa fruktosa, tidak akan pernah ada buah. Tapi hari ini, Tuhan memperlihatkan betapa mudahnya Dia menciptakan buah. Bahkan, dari tunggul batang pohon pisang yang sudah ditebang.
 
Siang itu saya bergegas pulang. Maksud hati mengambil kamera untuk mengabadikan keagungan isyarat Tuhan. Namun sekeras apapun berusaha, saya tidak menemukan kamera itu. Saya terus mencari sambil berharap bisa mendapatkan rekaman otentik fakta itu. Tapi, terik matahari segera berganti. Mendung menggelayuti langit. Kemudian hujan angin seolah menghalangi keinginan saya. Seakan menegaskan larangan itu, sang hujan tidak berhenti hingga malam. Keesokan paginya, matahari tersenyum cerah. Langit terang benderang. Sedangkan awan putih berjalan anggun dan perlahan. Saya tidak tahu, apakah itu berupa ejekan. Atau penghiburan. Terserah. Saya sudah bertekad untuk mengabadikan momen penting itu. Lalu ketika saya berangkat menuju ke tempat training hari itu, saya berhenti di lokasi pisang ajaib itu tumbuh. 
 
Saya sama kagetnya dengan para penjaga situs di pangkalan ojek itu. Sebagian buah pisang itu sudah mulai matang menguning. Padahal, kemarin sore masih hijau semua. Sekarang saya mengerti, mengapa langit menghalangi saya untuk merekam momen itu kemarin. Karena Tuhan, menginginkan saya untuk melihat keajaiban lain. Sangat mudah bagi-Nya untuk menghidupkan sesuatu dari yang mati. Sama mudahnya dengan mematikan yang hidup. Sangat mudah bagi-Nya untuk membuat matang sesuatu. Sama mudahnya dengan membiarkan sebagian tetap mentah. Melalui mantera ajaibnya Tuhan bertitah, ”Jadilah!” Maka segala sesuatu yang dikehendaki-Nya jadi. ”Kun!” firman-Nya. ”Fayakun.” Maka jadilah. 
 
Sabtu, tanggal 22 Mei 2010. Tuhan mengijinkan saya untuk mengabadikannya dalam sebuah video. Kemudian mempostingnya di Youtube (http://www.youtube.com/watch?v=tIqC3UKpTMg ). Jika anda meragukan keasliannya, silakan dianalisis sendiri. Namun hati saya dan para pengendara ojek yang diberkati itu bersaksi, ”Laa roiba fiihi,” tidak ada keraguan sedikitpun tentangnya. Oleh sebab itu, saya bersaksi atas kebenaran firman Tuhan. Dan saya bersaksi atas kebenaran Nabi-Nabi yang telah diutus-Nya dari awal hingga akhir zaman. Untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dan untuk menyampaikan petunjuk yang terang benderang. Seperti nasihat yang sudah dikokohkan oleh founding fathers bangsa Indonesia. Pancasila. Satu. Ketuhanan Yang Maha Esa.
 
Mari Berbagi Semangat!
 
Dadang Kadarusman
WTS – Writer, Trainer, and Speaker    
 
Catatan Kaki:
Keajaiban hanyalah milik mereka yang bersungguh-sunguh dalam berusaha, dan tulus dalam kepasrahan kepada Sang Maha Kuasa.

Menurut Sahabat Sekalian ?

0 komentar anda:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar atau menyampaikan informasi atau sekedar mengekpresikan diri. minimal 10 kata, maaf di bawah 10 kata kami tidak terbitkan. thanks